Sunday, September 28, 2014

Baca Juga

CARA MENGGUNAKAN
SILINDER BORE GAUGE


Silinder bore gauge
            Silinder bore gauge adalah suatu alat ukur (measurement tools) yang memiliki fungsi yaitu untuk mengukur keausan dari diameter dalam suatu silinder dengan tingkat ketelitian 0,01 mm. Dalam silinder bore gauge terdapat sebuah dial indicator, dial indicator inilah yang akan membaca tingkat keausan dalam suatu blok silinder.
            Dalam penggunaannya ntuk mengukur keausan blok silinder, alat ini tidak dapat berdiri sendiri, melainkan memerlukan bantuan alat ukur lain yakni Mikrometer dan Jangka Sorong (Vernier Caliper).


Bagian – Bagian Silinder Bore gauge :
1.      Dial Indikator
2.      Replacement Rod
3.      Replacement Washer
4.      Measuring Point (Probe)
5.      Batang Silinder Bore Gauge


Cara Mengukur Keausan Blok Silinder Dengan Silinder Bore Gauge :
1.    Gunakan jangka sorong untuk mengukur diameter dalam pada blok silinder , missal diperoleh hasil pengukuran 80,40 mm.



2.    Gunakan mikrometer dan setel pada ukuran 80,40 mm.
3.    Selanjutnya tentukan replacement rod dan replacement washer pada silinder bore gauge. Karena hasil pengukuran adalah 80,40 dan angka dibelakang koma < 0,50 maka pembulatan kebawah menjadi 80 mm , sehingga memilih replacement rod 80 mm tanpa menggunakan replacement washer.
Jika diperoleh ukuran missal 80,60 mm maka angka dibelakang koma > 0,50 mm sehingga pembulatan ke atas menjadi 81 mm. sehingga memilih ukuran replacement rod 80 mm dan replacement washer 1 mm. 
4.    Cara memasukkan replacement rod dan replacement washer adalah pertama lepas replacement rod set screw lalu masukkan replacement rod dan replacement washer (jika menggunakan replacement washer). Kemudian kencangkan replacement rod set screw kembali.
5.    Selanjutnya adalah mengkalibrasi Silinder Bore Gauge dengan mikrometer yang telah di stel ukuran 80,40 mm. Caranya adalah pertama kendorkan pengunci outer ring pada dial indicator , kedua masukkan dial indicator ke dalam rahang mikrometer dengan replacement rod terlebih dahulu, ketiga stel angka nol pada dial gauge tepat pada jarum panjang dengan memutar outer ring, keempat kunci kembali pengunci outer ring. Silinder bore gauge siap digunakan.

6.    Masukkan replacement rod pada blok silinder terlebih dahulu lalu dengan measuring point (Jangan memasukkan measuring point terlebih dahulu karena akan meninggalkan goresan pada blok silinder).


7.    Goyangkan ke kanan dan kekiri sampai tercapai angka pengukuran terbesar. Jika jarum panjang berhenti sebelum angka nol maka hasil pengukuran ditambah dengan 0,01 * jumlah strip sebelum nol. Misal jarum berhenti 15 strip sebelum nol maka hasil pengukuran = 80,40 + (0,01 * 15) = 80,40 + 0,15 = 80,55 mm.
Jika berhenti setelah angka nol berarrti hasil pengukuran dikurangi dengan 0,01 * jumlah strip setelah nol. Misal jarum berhenti 5 strip setelah nol maka hasil pengukuran = 80,40 – (0,01 *5) = 80,40 – 0,05 = 80,35 mm
8.     Tiap blok silinder ukur pada titik X dan Y pada tiga posisi yaitu posisi atas X1 dan Y1 , posisi tengah X2 dan Y2 dan posisi bawah X3 dan Y3
9.     Lalu masukkan hasil pengukuran pada table berikut
Contoh :

           Pos. ukur
Jml sil
X-1
Y-1
X-2
Y-2
X-3
Y-3
Silinder 1
80,50
80,48
80,50
80,56
80,41
80,52
Silinder 2
80,49
80,54
80,50
80,52
80,49
80,50
Silinder 3
80,49
80,55
80,51
80,54
80,50
80,48
Silinder 4
80,52
80,53
80,50
80,53
80,46
80,49


10.               Lalu masukkan hasil pengukuran pada table keovalan dan ketirusan

Contoh :

Pengamatan
Jml sil
Keovalan
Ketirusan
X1-Y1
X2-Y2
X3-Y3
XB - XK
YB - YK
Silinder 1
0,02
- 0,06
- 0,11
0,09
0,08
Silinder 2
- 0,05
- 0,02
- 0,01
0,01
0,04
Silinder 3
- 0,06
0,03
0,02
0,02
0,07
Silinder 4
- 0,02
- 0,03
-0,03
0,06
0,04

11.               Dari data diatas ambil keovalan paling besar dan ketirusan paling besar untuk menentukan pengerjaan akhir (oversize)
Contoh :
Ketirusan Maksimal : 0,09 mm
Keovalan Maksimal : 0,11 mm
Keausan Maksimal  : . . . . . . . . (Selisih diameter silinder STD dengan hasil pengukuran terbesar)

12.              Kesimpulan
Jika pengukuran keausan maksimal < 0,25 mm maka pengerjaan lanjutan adalah oversize 0,25 mm
Jika pengukuran keausan maksimal > 0,25 mm maka pengerjaan lanjutan adalah oversize 0,50 mm
Jika pengukuran keausan maksimal > 0,50  mm maka pengerjaan lanjutan adalah oversize 0,75 mm
Jika pengukuran keausan maksimal > 0,75 mm maka pengerjaan lanjutan adalah oversize 1,00 mm















Thursday, September 4, 2014

Sistem Pengisian Konvensional Pada Mobil

Baca Juga




SISTEM PENGISIAN
(CHARGING SYSTEM)




Pengertian

    Sistem pengisian adalah suatu system yang bekerja pada kendaraan pembakaran dalam yang berfungsi untuk mengisi tegangan baterai saat mesin menyala agar voltase baterai tetap pada kondisi penuh terutama saat mesin di start.


Komponen Sistem Pengisian

1.    Baterai


  Baterai berfungsi untuk menyimpan arus saat mesin menyala. Dan menjadi sumber tegangan untuk membuat rotor coil pada alternator menjadi megnet saat mesin akan dinyalakan.

2.     Kunci Kontak

Kunci kontak berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan aliran arus listrik ke system berikutnya (system pengisian).

3.    Fuse (Sekering)

    Sebagai pengaman jika terjadi kelebihan arus pada system pengisian / jika terjadinya korsleting (hubungan pendek arus listrik)

4.    Voltage Regulator



Komponen ini adalah komponen yang berfungsi mengatur output tegangan dari alternator agar tetap stabil pada putaran mesin yang berbeda – beda.




5.    Alternator


Alternator adalah komponen system pengisian yang berfungsi untuk pembangkit listrik berdasarkan putaran mesin. Komponen ini adalah komponen yang dapat mengubah putaran mesin menjadi energy listrik berdasarkan prinsip kerja generator.


Komponen – Komponen Alternator :


1.    Pulley


Berfungsi untuk menerima putaran mesin melalui sabuk belt (v- belt).

2.    Fan (Kipas)
    
      Berfungsi untuk mendinginkan stator pada alternator yang panas saat mesin menyala terus menerus.

3.    Stator



Berfungsi untuk membangkitkan arus listrik bolak balik / AC (Alternating Current)

4.    Rotor



Berfungsi untuk membangkitkan medan magnet dengan prinsip elektromagnet

5.     Diode (Rectifier)



Berfungsi untuk menyearahkan arus bolak – balik (AC) menjadi arus searah (DC).

6.    Brush (Sikat)

Berfungsi untuk menghubungkan arus listrik dari voltage regulator ke slip ring dan menghubungkan slip ring satunya ke massa.

7.    Slip Ring 

Berfungsi untuk menerima arus listrik dari brush dan menyalurkannya ke stator coil dan memassakan stator dengan melewati brush satunya.

6.    Lampu Indikator Pengisian

Lampu ini berfungsi sebagai tanda kepada pengemudi jika system pengisian tidak bekerja.

Cara Kerja Sistem Pengisian Konvensional :

1.    Saat Kunci Kontak “ON” Mesin Belum Menyala


Aliran Arus Saat Kunci Kontak “ON” mesin belum menyala :
a.     Arus yang ke stator coil

Terminal + baterai → Fusible Link → Kunci Kontak → Fuse → Terminal IG Voltage Regulator → Kontak PL1 → Kontak PLO → Terminal F Voltage Regulator → Terminal F Alternator → Brush → Slip Ring → Rotor Coil → Slip Ring → Brush → Terminal E Alternator → Massa.

Dengan kondisi ini maka rotor coil akan penuh menjadi magnet dan jika rotor berputar maka stator coil akan menghasilkan arus listrik yang besar.

b.    Arus yang ke lampu indicator
Terminal + baterai → Fusible Link → Kunci Kontak → Fuse → Lampu Indikator → Terminal L Regulator → Kontak P0 → Kontak P1 → Massa.

Dengan kondisi ini maka lampu indicator terhubung dengan massa karena terjadi kontak antara kontak P0 dengan P1


2.     Saat Mesin Menyala Kecepatan Rendah ke Kecepatan Sedang

Aliran Arus Saat Putaran Mesin Rendah Ke Sedang
Saat mesin sudah menyala maka terminal N alternator menghasilkan arus listrik yang akan mengaktifkan voltage relay pada voltage regulator. Sehingga kontak Po akan ditarik dan terhubung dengan kontak P2. Pada kondisi ini kontak Po memisahkan diri dari P1 sehingga Lampu Indikator tidak terhubung dengan massa. Pada kondisi ini maka lampu indicator akan mati.

Saat kondisi ini terminal B alternator juga sudah menghasilkan arus listrik dan saat kontak Po Terhubung dengan Kontak P2 maka voltage regulator relay pada voltage regulator akan aktif dan menarik kontak Plo sehingga berada mengambang antara kontak PL1 dan PL2.

Pada kondisi ini Arus Listrik dari terminal IG Voltage Regulator akan melalui resistor sebelum mencapai terminal F Regulator. Sehingga arus listrik yang mengalir ke terminal F akan lebih sedikit dan membuat kemagnetan pada rotor coil akan berkurang. Kondisi inilah yang menyebabkan output pengisian dari kecepatan Rendah ke kecepatan sedang tetap stabil.

3.    Saat Mesin Kecepatan Tinggi


Aliran Arus Saat Kecepatan Sedang Ke Tinggi


Saat putaran mesin tinggi maka output tegangan terminal B Alternator juga besar sehingga menyebabkan kemagnetan pada voltage regulator relay pada voltage regulator menjadi kuat sehingga mampu menarik dan menghubungkan terminal PLo dengan Terminal PL2. Sehingga arus listrik dari terminal IG yang ke terminal F akan langsung di massa-kan oleh kontak PL2 sehingga arus listrik yang mengalir ke rotor coil akan terputus – putus dan kemagnetan rotor coil juga terputus – putus. Sehingga meski pada putaran tinggi output alternator untuk pengisian baterai akan tetap stabil. 

RELATED POST

close